Minggu, 12 November 2023

Teori Komunikasi Massa 2

Efek Media Massa

Study Tentang Efek Media Massa
Sarjana komunikasi awal mengasumsikan bahwa media massa sangat kuat dalam mempengaruhi khalayak. Namun pada tahun 1940an muncul keraguan atas pernyataan tersebut.
Powerfull Effects Theory ( teori efek yang kuat )
Teori ini didasarkan pada buku karya Walter Lippman ( 1922 ), Public Opinion. Dalam buku tersebut Lippman berpendapat bahwa gambaran realita dibentuk dengan sangat kuat oleh media massa, dengan kata lain efek media mssa bersifat langsung. Dari teori Lippman inilah muncul teori efek kuat beberapa tahun kemudian.
Teori efek kuat ini juga mengasumsikan bahwa media massa dapat menyuntikan informasi, ide, dan bahkan propaganda ke public.
Minimalist efek Theory ( teori efek minimalis )
Menurut teori ini efek media massa kebanyakan bersifat tidak langsung. Teori ini muncul sebagi bentuk keraguan terhadap teori efek yang kuat.
1.       Model Alur Dua Langkah
Model ini menunjukan bahwa apapun efek media terhadap mayoritas populasi, efek itu akan disalurkan melalui pemimpin opini. Pemimpin opini seperti : Pendeta/ Ulama, guru, tokoh masyarakat, dll. Dari model ini kemudian dikembangkan lagi menjadi model alur banyak langkah.
2.       Status Conferall
Disini media membuat suatu isu, atau seseorang bisa menonjol dengan memberi mereka liputan yang luas, sebaliknya isu dan tokoh yang diabaikan akan tenggelam. Hal ini juga berhubungan dengan Agenda Setting ( Penentuan Agenda ).
3.       Narcoticizing Dysfunction
Orang menipu diri mereka sendiri dengan percaya bahwa mereka sudah melakukan sesuatu padahal mereka hanya mendapat informasi.
Commulative Effects Theory
Teori ini berpendapat bahwa efek media tidak punya efek langsung yang kuat, tapi efek ini akan terus menguat seiring berjalannya waktu.  Dari teori ini juga akan muncul pendapat  dominan, yang bila menggunakan media maka akan menjadi pendapat umum yang diakui bersama meskipun belim tentu benar, hal inilah yang menciptakan munculnya teori Spiral kekerasan, dimana pendapat minoritas diintimidasi agar dibungkam.
Third Person
Konsep ini digagas oleh W.P. Davidson ( 1983 ), yang menjelaskan bahwa satu orang melebih lebihkan efek pesan media kepada orang lain
Teori Teori di Massa Depan.
Ada beberapa proyek seminal tentang komunikasi massa di antaranya :
1.       Payne Fund Studies ( 1930-an ) menghasilkan dasar dasar teoritis tentang efek film terhadap anak anak.
2.       “ War Of The World “ study ( 1940 ) oleh Handley Cantril, menayakan tentang efek langsung media massa terhadap khalayak.
3.       Lazarfeld Studies ( 1940 & 1948 ), pemahaman baru tentang bagaiman komunikasi massa mempengaruhi orang.
Study penggunaan Dan Grafikasi
Berawal pada 1940-an, dimana banyak sarjana Komunikasi melihat bahwa individu menggunakan media untuk memenuhi atau memuaskan ( grafikasi ) kebutuhan mereka.
Tantangan terhadap kepasifan Audien. Para sarjana ingin melihat alasan individu menggunakan media. Dan hasilnya riset menunjukan bahwa individu menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu juga ada alasan lain seperti untuk mengawasi, sosialisasi, dan diversi.
1.       Fungsi Mengawasi :  media memberikan informasi tentang apa yang terjadi, sehingga individu bisa ikut memantau dan mengawasi lingkungan global.
2.       Fungsi sosialisasi  : media membantu orang menyelaraskan diri dengan masyarakat. Dalam fungsi ini terdapat satu fungsi yang kurang positif, yaitu interaksi parasosial : perasaan palsu tentang partisipasi dalam dialog.
3.       Fungsi Diversi :  merupakan ungsi pengalihan dai media, dalam fngsi ini media menyiapkan hiburan yang hasilnya berupa : stimulasi, Relaksasi, dan Pelepasan.
Teori Konsistensi. Teori ini memaparkan bahwa orang memilih pesan media yang sesuai dengan pandangan dan nilai individual mereka.
Selektivitas Individu
1.       Selective Exposure : orang memilih beberapa media ketimbang media lain yang menguatkan nilai individual mereka.
2.       Selective perceptions : orang cenderung mendengar apa yang ingin mereka dengar.
3.       Selective Retention : secara tak sadar orang mempertahankan beberapa kejadian dan pesan, ,mengabaikan kejadian dan pesan lainnya. dan selectives Recall : orang mengingat beberapa kejadian dan pesan dalam waktu lama, dan melupakan lainnya.

SOsialisasi
Merupakan salah satu fungsi media dalam membawa anak anak masuk ke masyarakat.
 Peran media sebagai pengantar. disini media massa memeiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku dan tingkah laku anak anak. Dalam hal ini media massa menjadi media sosialisasi / prososial yaitu sosialisasi untuk mempertahanka nilai nilai positif.
Model Peran. Disini setiap individu memiliki perbedaan sikap dalam menerima isi pesan media. Namun pengaruh dari media ini sangat tidak terelakan. Sehingga apa yang disuntkan media akan menjadi role model bagi setiap individu dalam berperilaku sehari hari.
Stereotyping. Menggunakan gaya umum untuk memfasilitasi penceritaan.
Sosialisasi dengan menguping. media massa seperti televise, membuka peluang bagi segalah kalangan usia dan gender untuk mengetahui berbagi hal.
Kekerasan yang digambarkan di media.
Tayangan kekerasan dimedia ternyata ditiru oleh beberapa individu. Namun beberapa pakar malah mengaku bahwa tayangan kekerasan dimedia malah mereduksi perilaku agresif di dunia nyata.
Belajar Tentang Kekerasan.  Dalam hal ini terdapat pembelajaran observasional, yaitu : teori bahwa orang mempelajari perilaku dengan melihatnya dalam kehidupan nyata dan dalam penggambaran.
Sisi positif tayangan kekerasan di media. Dalam hal terdapat Efek Cathartic, yang mengkalaim bahwa orang telah melepaskan kecenderungan kekerasan dengan melihat kekerasan itu digambarkan.
Mendorong tindakan yang positif secara social.  Penanyangan kekerasan akan mendorong orang untuk berperilaku positif secara social.
Sisi negative tayangan kekerasan di Media.
- stimulasi agresive : orang diilhani oleh penggambaran media dalam melakukan kekerasan.
- studi boneka bobo : anak anak tampak lebih kasar setelah menonton kekerasan di film.
Teori Catalytic. Kekerasan di media adalah salah satu factor yang terkadang memberi kontribusi pada tindak kekersasan di dunia nyata.
Efek yang melemahkan secara social.  Kekerasan di televise membuat orang berpikir bahwa  mereka berada di dunia yang jauh lebih berbahaya.
Toleransi terhadap kekerasan. Teori Desensitisasi, toleransi terhadap kekerasan rill meningkat akibat dari tayangan  kekerasan di media.
Studi kekerasan.
-          Violence  Assesment Monitoring Project. Melakukan studi non kekerasan kontekstual dan menemukan lebih sedikit penggambaran media ketimbang yang dikira.
Agenda Setting oleh Media Untuk Individu.
Pemilihan isu oleh media. Hal ini lebih dikenal dengan Agenda Setting, dimana media ikut menciptakan prioritas bagi para audiencenya, sehingga audience mengikuti pemberitaan media.ada beberap level yaitu : penciptaan kesadaran, menentukan prioritas, mempertahankan isu.
Agenda Setting Intramedia. Media dalam memutuskan isu yang akan dimuat selalu berpatokan pada ketertarikan dari audiencenya. Selain itu suatu media juga selalu memantau media lainnya dalam melihat agenda yang mereka angkat. Hal ini menunjukan bahwa media massa memainkan peran kepemimpinan dalam Agenda Setting.
Kecemasan dan Apati yang ditembulkan Media.
Beberapa teori mengatakan bahwa melimpahnya informasi dan akses ke ide ide dan hiburan dapat menciptakan kecemasan informasional.teori lain bahkan menyatakan bahwa media berita mendorong kepastian kepasifan.
Kecemasan Informasi. Polusi informasi : media membanjiri orang dengan informasi tanpa menentukan prioritas.
Kepasifan yang disebabkan oleh media.  Media mendorong orang menjauh dari keterlibatan social.sebab menimbulkan kemalasan.

Komunikasi Media Massa

Teori Efek (Effect Theory) 


Penelitian tentang pesan kekerasan di media terhadap anak-anak ini, membahas Powerful Effect. Alasannya adalah karena selanjutnya peneliti memakai teori kultivasi untuk mengukur dampak kekerasan media terhadap anak-anak, dengan pemikiran bahwa media akan berpengaruh bagi anak-anak baik secara kognitif, afektif, maupun behavioral (Hipodermic Needle Theory). Berikut ini adalah penjelasan historis mengenai teori efek:
·         Powerful Effect
Pada mulanya para peneliti kamonukasi percaya pada teori Hipodermic Needle atau yang mirip dengan itu, teori Magic Bullet. Dalam teori Magic Bullet, media seperti sebuah pistol yang menembakkan pesan kepada khalayak (audience). Sedangkan teori Hipodermik Needle menggunakan analogi yang berbeda yaitu dengan mengumpamakan media seperti jarum yang menyuntikkan pesan kepada khalayak. Kedua metafora ini menyatakan bahwa penyebab individu-individu berpikir dan berperilaku adalah merujuk pada pesan yang mereka terima. Jadi, teori-teori ini berpendapat bahwa media begitu kuat sehingga mereka dapat langsung mempengaruhi khalayak sesuai dengan cara yang dimaksudkan oleh pendesain pesan. Pendeknya, para peneliti di era awal perkembangan ilmu komunikasi ini berasumsi bahwa media memiliki kekuatan untuk memberitahu orang tentang apa yang harus dipikir dan bagaimana harus berperilaku.
Teori ini memiliki kelemahan yaitu semua khalayak dianggap sama, baik dalam berpikir maupun berperilaku. Perbedaan usia, ras, etnis, jenis kelamin, atau status sosial dan ekonomi tidak mempengaruhi cara orang mengintepretasikan informasi yang diterima dari media. Para peneliti tersebut tidak memperhitungkan fakta bahwa orang mungkin bereaksi berbeda pada pesan yang sama. Khalayak dianggap pasif dan dapat dimanipulasi (Baldwin, Perry & Moffitt, 2004, hlm.194-195). Oleh karena itu, Raymond Bauer kemudian menyangkalnya dan engatakan bahwa khalayak media sebenarnya “keras kepala”. Bauer juga mengatakan banyak variabel yang dapat membentuk efek dalam bermacam-macam cara (Littlejohn & Foss, 2005, hlm.298).
Teori Hipodermic Neddle kemudian diikuti dengan model Two-Step Flow. Disini khalayak tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh media saja melainkan diakui adanya Opinion Leaders. Wright mengatakan individu-individu yang, lewat kontak dari hari ke hari, mempengaruhi orang-orang lain dalam pengambilan keputusan dan pembentukan pendapat (Tubbs & Moss, 2000, hlm.208). Individu-individu tersebut misalnya keuarga, teman, rekan kerja, dan lain-lain. Model Two-Step Flow pun lama-lama berkembang dan memunculkan model Multi-Step Flow.


·         Limited Effect
Scharmm dan Roberts (1971, hlm.191) melukiskan pandangan baru mengenai khlayak komunikasi masa kini: Suatu khalayak yang sangat aktif mencari apa yang mereka inginkan, menolak lebih banyak isi media, daripada menerimanya, berinteraksi dengan anggota-anggota kelompok yang mereka masuki dengan isi media yang mereka terima, dan sering menguji pesan media massa dengan membicarakannya dengan orang-orang lain atau membandingkannya dengan isi media lainnya (Tubbs & Moss, 2000, hlm.209).
Meski teori Limited Effects meruntuhkan asumsi-asumsi Powerful Media, mereka menegaskan pengaruh dari hubungan-hubungan sosial dan proses psikologis individual. Para peneliti lebih lagi berkonsentrasi pada perbedaan di antara individu-individu dalam sebuah khalayak, seperti perbedaan usia, ras, etnis, dan jenis kelamin. Mereka juga mulai mempertimbangkan pengaruh-pengaruh sosial, seperti keanggotaaan politik, agama, dan terutama status ekonomi. Banyak peneliti setuju pada klaim Joseph Klapper (1960) bahwa media hanya merupakan salah satu bagian dari sebuah puzzle, dan perhatian lebih diberikan pada bagaimana individua-individu menginterpretasi pesan-pesan dan bagaimana jenis-jenis pengauh sosial lainnya membentuk persepsi (Baldwin, Perry & Moffitt, 2004, hlm.195-196).

·         Moderate Effect
Inti dari perspektif ini adalah gagasan mengenai khalayak aktif yang menggunakan isi media untuk menciptakan pengalaman (Bryant & Street, 1988). Perspektif Moderat Effect menyatakan pentingnya pengaruh media dapat terjadi pada masa yang lebih lama sebagai sebuah akibat langsung dari khalayak. Khalayak dapat membuat media menyajikan tujuan pasti, seperti menggunakan media untuk mempelajari informasi dan memperoleh pengalaman.
Perspektif ini adalah kelanjutan dari teori Limited Effect yang menekankan adanya selektivitas yang dilakukan khalayak dalam mengkonsumsi media. Perspektif ini membahas tentang selective exposure, yaitu suatu kecenderungan untuk memilih komunikasi yang akan menegaskan pendapat, sikap, dan nilai-nilai diri sendiri. Orang cenderung menyukai dan mencari orang-orang yang kepercayaan, sikap, dan nilai-nilainya serupa dengan dirinya, dan tidak menyukai serta menghindari orang-orang yang dipandang berbeda dalam hal-hal ini (Tubbs & Moss, 2000, hlm.209-210).
Peneliti mulai menguji bagaimana orang-orang menginterpretaikan pesan secara berbeda melalui selective attentionsellective perception, dan selective retention. Ini berarti para peneliti mulai menguji pesan seperti apa yang menarik orang-orang, mengapa orang-orang memiliki interpretasi yang berbeda-beda pada pesan yang sama, dan mengapa orang mengingat hal-hal yang berbeda-beda dari sebuah pesan (Baldwin, Perry & Moffitt, 2004, hlm.195).
Sepanjang tahun 1970 dan 1980, para peneliti kembali berpikir bahwa media bisa saja memainkan peranan yang kuat. Mereka mengakui bahwa efek media mungkin terbatas, tapi di beberapa area efek yang kuat mulai terlihat (Baldwin, Perry & Moffitt, 2004, hlm.196).
Mungkin tokoh yang paling vokal pada era ini adalah Elisabeth Noelle-Neumann. Noelle-Neumann percaya bahwa teori limited effect telah mengubah interpretasi hasil-hasil penelitian selama bertahun-tahun. Ia juga mengatakan bahwa dogma “ketidakberdayaan media” tidak lagi dapat dipertahankan. Ia menyatakan sejarah teori komunikasi bagai pendulum, yang berayun dari pekerjaan Klapper yang terkenal sampai pada saat ini, yaitu kebanyakan para peneliti percaya bahwa media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi (Littlejohn & Foss, 2005, hlm.299).
Paradigma limited but powerfull effect mengakomodasi beberapa dari teori-teori limited effect juga beberapa dari model-model powerful effectTeori dependensi media, framing, dan agenda setting merefleksikan ide bahwa efek media terbatas hanya pada satu dimensi dari sebuah topik dan tidak menghubungkan pengaruh yang luas kepada media. Apa yang bisa dikatakan penelitian limited but powerfull effect adalah bahwa media kadang memainkan peranan yang kuat dalam membentuk ide dan perilaku orang-orang, kadang media hanya berpengaruh kecil terhadap khalayak (Baldwin, Perry & Moffitt, 2004, hlm.197).



Daftar Pustaka :


Baldwin, John R; Stephen D.P; Mary A.M. (2004)Communication Theories for Everyday Life. United States of AmericaPearson Education, Inc:.


Littlejohn, Stephen W; Karen A.F. (2005)Theories of Human Communication. Thomson.

Tubbs, Stewart L; Sylvia M. (2000). Human Communication: konteks-konteks komunikasi, buku 2, terjemahan: Deddy MulyanaBandung: PT Remaja Rosdakarya. 

TEORI KOMUNIKASI MASSA 1

Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat.

1. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)
Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory) Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat menggosok gigi.
Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya. Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya, tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap terbatas (limited-effects model).

Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui pandangannya mengenai gelombang kebisuan.

2. Uses, Gratifications and Depedency
Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :

Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).

Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).

Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).
Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang dilakukan dengan teori uses and gratifications.

3. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.

4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa ?

Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas.

Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.


Daftar Pustaka :

Mass Media and Human Communication Theory (1967)

Denis McQuail, McQuail’s Mass Communication Theory, Fifth Edition